Saturday, June 9, 2007

GESTAPU: GUCI YANG TELANJUR PECAH

Peristiwa terbunuhnya sejumlah perwira tinggi Angkatan Darat pada malam 30 September 1965 nampaknya akan terus diselimuti misteri. Sejauh ini, masih belum cukup jelas siapa (aktor atau kelompok) sebenarnya yang berada di balik gerakan itu. Seperti dikemukakan Hermawan Sulistyo (Palu Arit di Ladang Tebu, 2000), setidaknya ada lima versi ihwal siapa yang terlibat dan berperan dalam gerakan itu.

Di masa Orde Baru, versi yang menuduh Partai Komunis Indonesia (PKI) sebagai pelaku tunggal ditahbiskan sebagai versi resmi pemerintah. Data pendukung versi ini berupa keberadaan “Biro Khusus” PKI di bawah komando Sjam Kamaruzaman yang ternyata memiliki hubungan khusus dengan panggota Politbiro, Komite Sentral PKI dan juga anggota militer yang terlibat pembunuhan enam erwira AD.

Masalahnya, demikian Harold Crouch (1973), bukti-bukti yang ditunjukkan di pengadilan militer sebenarnya menunjukkan bahwa “militer yang terlibat tidak bertindak semata-mata sebagai agen PKI”. Dalam pengumuman ihwal pembentukan Dewan Revolusi Nasional di corong RRI pada 1 Oktober 1965, Letkol Oentoeng, pemimpin Gestapu, sama sekali tak menyebut nama PKI. Dari 45 orang yang namanya dimumkan, tokoh-tokoh utama PKI juga tak tercantum.

Selain versi di atas, masih ada empat versi lainnya yang satu sama lain juga memiliki argumentasi. Versi kedua yang sangat populer diajukan oleh Ben Andeson dan Ruth Mc Vey lewat karya yang lantas dikenal dengan nama Cornell Paper (1971). Tesis utama versi ini adalah bahwa Gestapu adalah konflik internal di tubuh Angkatan Darat yang dipicu oleh ketidakpuasan sejumlah perwira menengah dari Divisi Diponegoro terhadap para petinggai AD yang mereka nilai tidak adil, koruptif, dan tak memperhatikan bawahan mereka.

Versi ini disajikan secara “canggih” dengan menggunakan kerangka antropologi untuk menjelaskan persitiwa Gestapu dalam ruang lingkup determinasi budaya Jawa. Itulah sebabnya, demikian Cornell Paper, Gestapu ini dilakukan pada malam Jum’at Kliwon; satu malam yang dalam tradisi Jawa menjadi saat yang tepat untuk memperkaya batin dengan laku semadi atau melekan (begadang). Versi ini juga didukung tajuk rencana koran resmi PKI, Harian Rakjat, yang kendati mendukung Gestapu tapi secara tegas juga menyatakan bahwa semuanya adalah persoalan internal AD.

Versi ketiga menyebutkan bahwa Presiden Soekarno sebagai dalang gestapu. Sarjana yang mendukung versi ini adalah Anthony Dake (1973). Dake menyusun tesisnya terutama berdasar laporan interogasi Ajudan Soekarno, Bambang Widjanarko. Versi ini juga didukung oleh Kedubes Amerika dan tim khusus yang dibentuk AD untuk menyelidiki keterlibatan Soekarno.

Kehadiran Soekarno di Pangkalan Udara Halim yang menjadi basis pasukan Gestapu pada 1 Oktober 1965, pembicaraan intensif Soekarno dengan pucuk pimpinan Gestapu, perlindungannya pada beberapa pemimpin PKI serta kegagalan Soekarno dalam menunjukkan simpati terhadap kematian enam perwira AD dianggap sebagai data yang memperkuat versi ini.

Peranan dan keterlibatan Soeharto dalam Gestapu menjadi inti versi keempat. W.F. Wertheim (1970) mencoba menyusun argumentasi yang bermula dari keheranan kenapa Soeharto tak termasuk dalam daftar perwira yang diculik. Padahal, Soeharto adalah anasir yang paling potensial bisa menggagalkan Gestapu karena sebagai Panglima Kostrad ia jelas menguasai sejumlah pasukan. Soeharto juga, demikian Wertheim, memiliki hubungan dengan nyaris semua anggota militer yang menjadi pemimpin Gestapu.
Keterlibatan Soeharto dalam Gestapu kian menebal seiring terbitnya karya Arnold Brackman The Communist Collapse in Indonesia (1969). Dalam buku itu, Brackman menceritakan perjumpaan Soeharto dengan Latif di Rumah Sakit pada malam 30 September. Latif mengklaim kalau rencana penculikan itu telah ia kabarkan malam itu juga pada Soeharto.

Versi kelima menawarkan tesis ihwal keterlibatan jaringan intelijen, baik intelijen AD sendiri maupun intelijen asing (CIA dan Cina). Dokumen Marshal Green menuduh keterlibatan intelijen Cina dibalik Gestapu. Green menunjukkan, sebelum nama-nama Jenderal yangg diculik dimumkan di Jakarta, Peking ternyata telah memiliki salinan nama Jenderal AD (termasuk Nasution) yang dibunuh. Berdasar itu, Green menuding intelijen Cina terlibat dalam Gestapu. Publikasi dua tulisan wartawati States News Services, Kathy Kadane, yang berjudul U.S Official’s List Aided Indonesia Bloodbath in ‘60’s dan CIA Tie Asserted in Indonesian Purge menambah spekulasi versi kelima ini dengan keterlibatan CIA di balik Gestapu.

No comments: