Sunday, June 10, 2007

Penelitian Prof Drooglever Hanya Karya Ilmiah

Jakarta - Pemerintah Belanda di Den Haag tidak ingin ada dampak lanjutan atas penelitian sejarah atas referendum Papua di tahun 1969. Menteri Luar Negeri Ben Bot menilai laporan mengenai masalah ini yang disusun sejarahwan Profesor Pieter Drooglever hanya sebagai bentuk karya ilmiah belaka, demikian laporan yang dikutip dari situs internet Radio Hilversum. Padahal laporan itu disusun atas permintaan Parlemen dan Kementrian Luar Negeri Belanda. Bot sendiri tidak hadir dalam acara peluncuran buku hasil penelitian itu, Selasa (15/11) kemarin di Den Haag. Menteri Luar Negeri Belanda, Ben Bot, jauh sebelum laporan ini terbit sudah menyatakan tidak merasa perlu untuk membicarakan masalah ini dengan pemerintah Indonesia.


Disebutkan, Profesor Pieter Drooglever, dari Institut Kesejarahan Belanda, dalam penelitiannya itu, menilai warga Papua tidak mendapatkan proses adil untuk memilih merdeka dalam referendum tersebut. Referendum di tahun 1969 oleh Drooglever disebut sebagai sebuah manipulasi besar yang menjadikan Papua sebagai bagian dari wilayah Indonesia. Pada awal 1960-an, Belanda dan Indonesia sepakat bahwa warga Papua akan mendapat kesempatan untuk menentukan pilihan tentang penyatuan dengan Indonesia.
Selanjutnya, Drooglever menyimpulkan bahwa ketika itu presiden Soeharto hanya mau bekerja sama jika hasil referendum menguntungkan Jakarta. Satu kelompok wakil warga Papua terpilih, berjumlah sekitar 1.000 orang, akhirnya memilih penyatuan dengan Indonesia.

Ancam Pemogokan
Sementara itu, kelompok Front Persatuan Perjuangan Rakyat Papua Barat (Front Pepera Papua Barat) mengancam akan melancarkan aksi mogok sipil yakni menutup fasilitas-fasilitas pemerintahan dan swasta di Papua, apabila pemerintah tidak bersedia berdialog, pasca peluncuran hasil penelitian Prof PJ Drooglever.
Mereka mendesak pemerintah RI, Belanda, Amerika Serikat dan PBB untuk segera mengadakan dialog internasional dengan rakyat Papua Barat. Hal ini guna meninjau kembali proses peralihan Papua Barat ke dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Selain itu, mendesak para anggota Kongres di Amerika Serikat segera memproses KR 2061 untuk kemudian disahkan oleh pemerintah AS.
“Kami tidak akan menyebutkan tanggal berapa aksi kami ini akan dilakukan. Namun yang pasti dilaksanakan bulan November,” kata Sekretaris Jenderal Eksekutif Nasional Front Pepera Papua Barat, Selpius Bobby, kepada wartawan saat memimpin upacara pengucapan syukur di Lapangan Trikora Abepura, Selasa (15/11) siang.
Sebelumnya, ia mengatakan unjuk rasa menyambut hasil penelitian tersebut akan dilakukan di Sorong, Nabire, Manokwari, Istana Merdeka Jakarta, Kedutaan Besar Amerika Serikat dan Kedutaan Besar Belanda.
Selpius Bobby menambahkan, Front Pepera Papua Barat berharap agar hasil penelitian Prof PJ Drooglever ini nantinya dapat mengungkapkan kebenaran sejarah bangsa Papua Barat yang selama ini selalu diabaikan, ditutupi dan tidak didialogkan oleh berbagai pihak terlebih oleh Pemerintah Indonesia.
Mereka mendesak pemerintah segera menyimak pelurusan sejarah Papua Barat yang tertuang dalam hasil penelitian tersebut dan selanjutnya mengadakan dialog dalam rangka mencari kebenaran sejarah guna mencari penyelesaian terbaik terhadap masalah status politik Papua Barat.
Sebelumnya, Kapolda Papua Irjen D Sumantyawan HS usai HUT Brimob di Kotaraja, Jayapura, telah mengimbau para pimpinan daerah dan tokoh masyarakat agar menerima hasil penelitian Drooglever dengan penuh kedewasaan, karena itu penelitian ilmiah, bukan untuk kepentingan politik atau kepentingan lain.

Buku Pepera 1969
Senin (14/11) di Aula STT Walter Post di Pos 7 Sentani, Jayapura, juga dilakukan diskusi terbuka bertema Pelurusan Sejarah Papua kerjasama antara Persekutuan Gereja-Gereja Baptis di Papua dengan STT Walter Post. Diskusi terbuka yang membahas buku karangan Pdt Socrates Sofyan Yoman berjudul “Pepera 1969 Di Papua Barat Tidak Demokratis”.(odeodata hermina/kristanto hartadi)

Sumber: Sinar Harapan. Rabu, 16 November 2005.(http://72.14.235.104/search?q=cache:PdbCHkBz69UJ:www.sinarharapan.co.id/berita/0511/16/sh09.html+Prof+PJ+Drooglever&hl=id&ct=clnk&cd=3&gl=id

No comments: